Tentang Diet

posted in: Indonesia, Lifestyle | 0


Sampai SMA, saya yang berbadan kecil tapi makannya banyak ini seringkali dijuluki saprofit. Kalau ingat pelajaran Biologi, saprofit artinya adalah pemakan sisa-sisa. Saya seringkali diminta menghabiskan makanan teman yang tidak habis, haha. Dalam hidup saya yang minim prestasi dann mengikuti perlombaan ini (anaknya dari dulu kurang daya saingnya ^^”),  perlombaan yang selalu saya menangkan kalau diikuti adalah kejuaraan makan 17 Agustus-an. Hoho~ Dari mulai makan kerupuk sampai makan roti, semuanya juara 1, hoho. Tapi namanya lomba 17 Agustus-an, ga ada pialanya sama sekali. Hadiahnya biasanya makanan, alat tulis atau tempat makan. Saya lebih termotivasi untuk mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dibandingkan piala, karena piala hanya bisa dipajang, tidak bisa dimakan atau dipakai, haha. Saya benar-benar sangat menikmati masa-masa di mana saya makan banyak, tapi tetap berbadan kecil.

Namun semua itu berubah ketika negeri api menyerang. 🙁 Singkat cerita, saya pun berkuliah di kampus teknik kota kembang. Kehidupan yang jauh dari keluarga, udara Bandung yang dingin, makanan yang tidak sehat (goreng2an), dan stress, membuat berat badan saya naik! Selama 4,5 tahun saya berkuliah di kampus gajah dan pergi student exchange ke KAIST, total kenaikan berat badan saya 10 kg! Awalnya saya tidak pernah peduli dengan berat badan, kalaupun bertemu kerabat dan mengatakan kalau saya gendutan saya hanya cuek saja. Menurut saya semua masih dalam batas wajar. Namun puncaknya adalah ketika pulang exchange dari KAIST, setiap bertemu orang basa-basinya selalu sama, ” Nis, kok gendutan?”. Kalau hanya satu dua orang yang berkata seperti itu saya biasanya cuek saja. Namun karena yang berkata seperti itu banyak sekali, saya jadi kepikiran. Hingga suatu hari saya pun berdiri di depan kaca, saya memandangi diri saya dari atas sampai bawah. Saya yang suka sekali pakai cardigan ini melihat kenapa cardigan saya jadi ketat begini. Dan.. lama kelamaan saya merasa baju apapun yang saya pakai, terutama dengan cardigan jadi membuat saya jadi tidak menarik. Tingkat ke-PD-an saya pun menurun. Awalnya saya coba mengganti baju-baju saya yang jadi ketat. Bahkan saya yang ga pernah mau pakai baju atau jilbab warna hitam karena identik dengan kematian ini pun mencoba pakai hitam agar terlihat langsing (sekarang ini bahkan jadi warna favorit saya, LoL). Tapi tetap saja saya merasa tidak percaya diri. Saya yang suka makan ini, memutuskan untuk menurunkan berat badan, tentunya dengan cara berolahraga, tanpa mengurangi porsi makan, hoho.

Kebetulan keputusan itu diambil bertepatan dengan pembukaan tempat fitnes muslimah oleh senior saya di ITB. Selain fitnes, tempatnya juga menyediakan kelas yoga, aerobik, belly dance, dan zumba. Karena skripsi sudah selesai dan hanya tinggal menunggu wisuda, saya rajin sekali ke tempat fitnes di sore hari, sedangkan paginya saya lari keliling Saraga. Dua bulan saya merutinkan olahraga, dan hasilnya? Hanya sukses turun satu dua kilo, tapi terkadang juga naik satu dua kilo, intinya sih hasil olahraga untuk menurunkan berat badan saya useless. 🙁

Well, setelah dipikir-pikir, setiap habis olahraga saya jadi lapar sekali, dan biasanya habis olahraga langsung makan berat. Habis lari di Saraga biasanya langsung makan nasi kuning, abis fitnes biasanya langsung makan ayam Sabana, hahaha. Setelah wisuda di bulan April, saya kembali tinggal di kota hujan. Saya tidak melanjutkan fitnes saya lagi. Terkadang saya jogging biarpun tidak rutin. Tapi keinginan saya untuk menurunkan berat badan sudah tidak ada lagi, karena merasa useless. Memang sih saya merasa badan jadi kencang ketika berolahraga, tapi yang saya inginkan adalah berat badan turun supaya cardigan saya tidak pada ketat. 🙁

Sebulan kemudian datang bulan Ramadhan. Saya bertekad bulan Ramadhan saat itu harus lebih baik dari sebelumnya. Salah satunya bagaimana caranya ketika shalat Taraweh di Masjid saya tidak mengantuk. Memang godaan di bulan puasa adalah ketika berbuka puasa. Inginnya makan segala macam pas buka puasa setelah seharian menahan diri untuk tidak makan dan minum. Tapi hasilnya ketika shalat Taraweh jadi mengantuk. Saya pun memutuskan Ramadhan tahun itu harus ada perubahan. Untuk buka puasa biarpun di rumah selalu disediakan makanan pembuka seperti gorengan, kolak, bubur sumsum, dan sop buah, saya hanya minum air putih dan langsung makan. Dengan nasi 3 sendok makan, dan lauk yang agak saya banyakkan. Sahur pun demikian. Jika ngemil paling hanya buah. Alhamdulillah saya jadi tidak mengantuk ketika taraweh di Masjid. Shalat jadi lebih khusyuk karena tidak kekenyangan. Saya pun tidak merasa lapar biarpun makan lebih sedikit dan aktivitas normal seperti biasanya. Akhir Ramadhan saya iseng menimbang berat badan (semenjak berhenti olahraga saya hampir tidak pernah menimbang lagi) dan kaget karena ternyata berat badan saya turun 5 kg! Saya yang awalnya sudah tidak ada semangat menurunkan berat badan jadi bersemangat lagi. ^^ Ternyata pola makan lah yang mempengaruhi penurunan berat badan secara signifikan. Setelah Ramadhan karena terbiasa makan dengan porsi sedikit, hari biasa pun jadi tidak bisa makan banyak. Kalau makan terlalu banyak saya langsung merasa eneg. Saya pun juga mulai mencegah untuk tidak makan malam dengan makanan berat, saya mengganti makan malam saya dengan buah. Alhamdulillah puncaknya berat badan saya turun 12 kg.

So guys, olahraga itu memang bagus untuk kesehatan, tapi tidak bisa menurunkan berat badan secara signifikan jika pola makan tidak diubah. Diet itu bukan berarti tidak makan, tetapi mengubah pola makan dengan makan secukupnya dan tidak menuruti hawa nafsu. Mungkin ini yaa yang dimaksud Rasulullah SAW untuk berhenti makan sebelum kenyang.  😉

Next : Gaya Hidup

Previous : Membeli SIM Card di Munich

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *