Akhir-akhir ini saya lagi senang bacain jawaban orang-orang di komunitas Quora. Entah kenapa ketemu banyak orang cerdas di sana. Orang-orang tersebut memiliki literasi yang baik dan tulisan-tulisannya lebih realistis tentang kehidupan. Di komunitas Quora, banyak yang seusia saya, generasi milennial yang sedang menata kehidupan yang lebih realistis di usia lewat seperempat abad. FYI, yang disebut sebagai generasi millenial adalah orang-orang yang lahir di tahun 1981 sampai 1996. Saya mau meluruskan karena masih banyak yang gagal paham mengira generasi millenial sebagai abg-abg zaman sekarang atau yang penting usia muda.
Memang sudah dua tahun terakhir saya bisa dibilang jarang banget buka sosial media Instagram, sedangkan WA hanya untuk telepon dan berkabar, kalau Facebook sudah wassalam dari sepuluh tahun lalu.:D Ada rasa jenuh lihat feed dan stories instagram orang-orang yang terlalu banyak mengumbar kehidupan pribadi. Bosan disuguhi drama ‘kebahagian’, ‘kemesraan’, yang berujung pada caci maki, pertengkaran, perceraian, dan kesedihan. Memang beberapa tahun terakhir terjadi perubahan fungsi instagram. Dulu waktu masih awal-awal instagram fokus pada hasil jepretan fotografi yang indah, tidak banyak foto-foto orang. Tapi sekarang malah jadi tempat sharing foto kehidupan pribadi seperti acara gosip dan selebgram-selebgram yang penuh drama dan kepalsuan.
Di usia lewat seperempat abad, saya menjadi lebih realistis dalam memandang kehidupan dan membuat perencanaan. Berbeda ketika waktu SMA dan awal kuliah dulu. Dari kecil saya terbiasa melakukan planning dan menuliskan impian-impian saya 5-10 tahun ke depan. Selama sekolah sampai awal kuliah, kehidupan saya entah kenapa bisa sesuai dengan planning yang saya buat. Ketika itu saya merasa Tuhan selalu berpihak pada saya dengan mewujudkan apa-apa yang saya rencanakan. Saya merasa beruntung sekali belum pernah merasakan ‘kegagalan’ seperti cerita dan apa yang dialami orang-orang di sekitar saya.
Hingga di tingkat akhir kuliah, bertemu dengan berbagai macam orang, merasakan perkuliahan, saya jadi sering mengubah-ubah rencana dan tidak fokus dengan rencana awal. Mungkin itu yang disebut sebagai ‘a quarter life crisis’. Saya mulai menyadari beberapa rencana saya tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya saya sukai dan saya butuhkan. Ternyata waktu SMA dan awal kuliah dulu, saya banyak membuat rencana berdasarkan apa yang akan dinilai orang bahwa itu keren, bukan berdasarkan apa yang benar-benar saya sukai dan saya butuhkan. Ketidakfokusan terhadap rencana yang saya buat sendiri dan ketidakpahaman apa yang benar-benar saya sukai dan butuhkan, mengakibatkan banyak hal menjadi ‘gagal’ dan tidak sesuai perencanaan.
Saya pun menyadari Tuhan sedang menguji saya karena sering ‘memaksa’ Tuhan mengabulkan hal-hal sesuai perencanaan saya. Tuhan sedang memberi tahu saya bahwa manusia itu lemah, tidak peduli seberapa sempurna rencana yang dibuat, dan seberapa besar usaha yang dilakukan untuk mencapai target perencanaan, ada hal-hal yang hanya Tuhan tahu dan disitulah keterbatasan manusia sebagai hamba-Nya.
Seperti judul tulisan ini, hidup bukan perlombaan. Benar, setiap orang memiliki zona waktunya masing-masing. Tidak perlu sedih jika kehidupanmu sekarang tidak seperti kehidupan teman-temanmu yang terlihat bahagia. Jangan berfikir kamu satu-satunya yang paling menyedihkan di dunia ini. Percayalah, setiap orang memiliki kesulitannya masing-masing, mungkin orang-orang tersebut telah melaluinya, atau mungkin belum melaluinya. Bahkan orang-orang yang dari luar terlihat ‘bahagia’ dan ‘berkecukupan’, kamu tidak mengetahuinya saja betapa sulitnya hidup orang-orang tersebut. Tidak ada manusia yang tidak diuji. Keberhasilan dan kesuksesan pun bisa menjadi ujian. Saya menemukan sendiri beberapa kasus di sekitar saya. Ada pasangan yang cantik dan tampan, berpendidikan, memiliki anak-anak yang lucu dan sehat, uang melimpah, dari luar terlihat sempurna membuat iri siapa saja, tapi tiba-tiba rumah tangganya hancur karena tidak bersyukur dengan yang Tuhan berikan.

Leave a Reply