Backpacking to Singapore and Malaysia (Part 2)

posted in: Indonesia, Traveling | 4

28 Mei 2013

Selamat pagi teman-teman. ^^ Sekarang adalah hari kedua kami di Singapura. Biarpun pagi, tapi Singapura ga ada sejuk-sejuknya, haha. Pagi ini kami sarapan roti yang salah seorang teman kami bawa dari Bandung, lengkap dengan selai-selainya. Sempet saya dan kedua teman saya ngeceng-cengin pas kami mau berangkat di Bandung, karena bawaan makanan temen saya ini banyak banget. Tapi ternyata sangat berguna, mengingat harga makanan yang sangat mahal di Singapura, bawa makanan seperti roti dan biskuit dapat menghemat pengeluaran, wkwkwk maaf yaa Yan. 😀

Tujuan pertama kami pagi ini adalah Orchard Road. Kawasan yang terkenal elit di Singapura ini seringkali disinggahi oleh orang-orang Indonesia yang ingin berbelanja produk bermerek. Tentunya bagi mahasiswi dengan kantong pas-pasan seperti kami melihat-lihat seperti apa itu Orchard Road sudahlah cukup. ^^

Singapore Orchard Road

Dari Orchard Road, kami memutuskan pergi ke Singapore Botanic Garden. Dan entah kenapa, setiap saya tanya ke orang di jalan, mereka pada bingung. Yaiyalah, orang yang ditanya ‘Excuse me, do you know where is Bogor Botanical Garden?’ Baru pas mereka kebingungan, saya baru nyadar kalo udah salah ucap. Ternyata kelamaan di Bogor ada efek buruknya juga yaa, haha. Akhirnya biarpun nanyanya ngaco, sampai juga kami di Singapore Botanic Garden.

Singapore Botanic Garden


Suasana di sini benar-benar nyaman dan tenang. Tempat yang asyiik bagi orang-orang yang ingin menyepi dari keramaian. Puas berkeliling Kebun Raya Singapura, kami mencari $1 Singapore Ice Cream yang direkomendasikan teman-teman kami waktu di Bandung. Sebenarnya sebelum sampai di Kebun Raya-nya, kami sudah melihat penjual ice cream, tapi saat kami tanya ‘Do you sell ice cream?’ Sambil setengah joget (dia memang sedang mendengarkan musik Melow Tionghoa), dia mengibas-ngibaskan tangannya. Dia memang sedang sibuk rapi-rapi. Biarpun tidak terlihat seperti penjual ice cream, tapi kami yakin dia menjual ice cream. Yah sudahlah, kalo dia menolak rezeki. Tapi setelah kami selesai dari Kebun Raya, dia memanggil kami untuk membeli ice cream-nya. Ampun deh. ^^’ Tadi pas kami tanya dia ngibas-ngibasin tangan. At least biarpun lagi beres-beres bilang aja dagangannya belum siap, padahal bisa bahasa melayu. ^^’ Akhirnya beli jugaaaa, hehe. Soalnya dari kemarin kami sibuk nyari-nyari nih $1 ice cream, tanya orang sana sini ga ada yang tau. Yah, mungkin emang namanya bukan $1 ice cream kali yaa, cuma karena kami taunya harga $1, jadi kami sebut $1 ice cream. Sebenarnya ga $1 amat sih, kalo pake wafer $1,4, kalo pake roti $1,6.

Waktu menunjukkan pukul 11.30, saatnya kembali ke penginapan. Karena jam 12 teng kami udah harus check out. Yup, kami cuma nginep satu hari, karena nanti malam rencananya kami mau ke Kuala Lumpur. Jika kami meletakkan barang lebih lama lagi, tentu kami akan kena biaya penginapan yang sama, walaupun kami check out malam. Sehingga untuk menghemat biaya, kami memutuskan untuk mengambil barang-barang kami. Setelah mengambil barang-barang, kami memutuskan untuk ke Masjid Sultan untuk shalat. Sebenarnya kami berencana ingin menitipkan barang-barang kami ke Masjid Sultan, tapi ternyata ga bisa. Mereka bilang di sini tidak ada yang bisa mengawasi 100%, khawatirnya barang kami hilang. Mereka menyarankan kami untuk mencoba menitipkan barang kami ke Mustafa Center, sebuah toko serba ada yang buka 24 jam. Walaupun begitu mereka tidak menjamin bisa dititipkan. Melihat barang bawaan kami cukup banyak. Akhirnya kami tetap mengikuti saran pihak DKM Masjid Sultan. Mereka juga menyarankan untuk tidak naik MRT, karena akan lebih melelahkan naik turun dan ganti MRT. Mereka bilang kami bisa berjalan dari Masjid Sultan, kurang lebih 15 menit atau naik taksi.

Saat berjalan dan mencoba mengikuti jalan yang diberitahu pihak DKM Masjid Sultan untuk ke Mustafa Center, kami kebingungan dengan persimpangan jalan yang ada. Akhirnya kami bertanya pada seorang anak sekolahan, dia memberitahu kami dengan setengah tidak yakin. Karena kami juga tidak yakin, kami memutuskan lebih baik naik MRT, karena rutenya lebih mudah dimengerti. Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Padahal rencananya setelah kami menitipkan barang di Mustafa Center, kami ingin langsung ke Senstosa Island sebelum naik kereta menuju Kuala Lumpur. Saat di perjalanan menuju stasiun MRT, kami kelelahan karena barang bawaan kami cukup berat. Jujur saya agak menyesal membawa barang tentengan, karena membuat tangan sakit. Saran saya lebih baik membawa ransel yang sangat besar atau koper. Karena di Singapura banyak ekskalator, dan jalannya juga sangat bagus. Sehingga tidak perlu takut koper rusak. Lebih baik lagi membawa tas ransel yang bisa merangkap sebagai koper.

Ternyata kami tidak hanya kelelahan, cuaca Singapura yang sangat terik membuat kami merasa kepanasan. Kami akhirnya memutuskan untuk kembali berjalan. Hingga kami bertemu seorang ibu-ibu melayu dan kami memutuskan untuk bertanya. Ternyata mereka juga menyarankan kami untuk naik MRT, karena mereka juga tidak tahu cara ke Little India dari Bugis dengan berjalan. Saat kami bercakap-cakap dengan ibu-ibu Melayu tersebut, tiba-tiba ada seorang ibu-ibu yang mendatangai kami dan menanyakan apakah kami orang Indonesia. Ketika kami menjawab betul, ibu itu langsung memperkenalkan dirinya dengan bahasa Indonesia. Dia menyuruh kami memanggilnya Bunda. Setelah kami menceritakan permasalahan kami, Bunda menyarankan untuk tidak ke Mustafa Center. Karena selain belum bisa dipastikan apakah bisa menitipkan barang kami di sana, kami tentunya tidak akan sempat ke Sentosa Island. Bunda akhirnya menyuruh kami mengikuti dia ke suatu kawasan perkantoran. Di sana beliau memang akan meeting dengan orang Singapura keturunan Indonesia yang mempunyai usaha travel ke Indonesia. Katanya di sana Bunda akan mengusahakan kami bisa menitipkan barang, supaya kami bisa ke Sentosa Island.

Saat menuju ke kantor, bunda bercerita bahwa beliau keturunan Bugis, dan asli Sulawesi. Beliau sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di Singapura dan telah menjadi warga Singapura karena menikah dengan orang Singapura. Beliau juga bercerita bahwa dulu beliau adalah seorang wartawan. Saat tadi pertama kali bertemu Bunda,  Bunda bertanya kami dari mana, kami bilang dari Bandung. Beliau langsung mengajak kami berbicara bahasa Sunda. Kami cukup kaget ketika beliau bilang dari Sulawesi. Baginya jika kita mengaku orang Indonesia, sudah sepantasnya kita bisa mengerti bahasa-bahasa daerah Indonesia lainnya. Kami jadi tertohok. 🙁 Beliau mengatakan hanya belajar bahasa sunda 2 minggu dari pembantu tantenya karena akan melakukan wawancara ke daerah Sunda.

Saat berjalan Bunda benar-benar terlihat energic, padahal umurnya sudah 70 tahun, dan beliau berjalan dengan sangat ringan dan lebih cepat dari kami. Kami jadi malu sendiri, hehe. 😆 Kami juga kaget saat Bunda bilang umurnya 70 tahun. Beliau masih terlihat seperti berumur 50-an. Setelah tiba di kantor teman meeting Bunda, beliau memperkenalkan kami pada staf di sana, dan menceritakan permasalahan kami. Teman meeting Bunda dengan senang hati mempersilahkan kami menitipkan barang kami. Ternyata beliau adalah keturunan Jawa. Beliau sudah dari lahir di Singapura, sehingga lebih terlihat seperti orang Singapura dibandingkan Indonesia. Walaupun demikian, beliau rutin ke Indonesia, mungkin dalam sebulan bisa beberapa kali karena perusahaannya adalah perusahaan travel ke Indonesia.

Saya melihat banyak sekali pernak-pernik Indonesia dan brosur tentang wisata di Indonesia. Beliau minta maaf karena kami hanya bisa menitipkan barang maksimal sampai jam 6 sore, karena kantor tutup pukul 6 sore. Karena hari sudah menunjukkan pukul 3 dan tidak memungkinkan jika ke Sentosa Island cuma sampai pukul 6 sore, kami memutuskan untuk tidak ke Sentosa Island, mungkin kami ke Sentosa Island di hari terakhir. Kami akhirnya memutuskan ke daerah City Hall, tempat di mana kami bisa berfoto dengan landmark Singapura, yaitu patung Merlion dan Marina Bay Sands. Bunda menanyakan kami setelah dari City Hall mau ke mana, kami bilang kami mau ke Kuala Lumpur dengan menggunakan kereta  dari stasiun Tanjung Pagar. Bunda lagsung kaget, karena rute ke Singapura dari stasiun Tanjung Pagar sudah ditutup. Kami tidak kalah kagetnya. Bunda menanyakan kami dapat info dari mana ke Kuala Lumpur dari stasiun Tanjung Pagar, saya memberitahu Bunda saya membacanya dari buku panduan ke Singapura yang saya beli waktu di Indonesia. Bukunya memang terbitan tahun 2011. Ternyata kata Bunda Stasiun  tersebut sudah menutup rutenya ke Kuala Lumpur dari tahun lalu, dan pindah ke Woodlands. Bunda lalu menegur kami seharusnya sebelum ke sini kami memastikan dulu di internet. Untungnya kami bilang ke Bunda, karena kalo tidak kami berencana ke stasiun Tanjung Pagar malam-malam agar bisa sampai ke Kuala Lumpur pagi hari. Dan kemungkinan tidak akan ke Kuala Lumpur jika kami ke sana malam hari ternyata rute keretanya sudah tidak ada.

Teman meeting Bunda menyarankan kami untuk naik bus saja. Beliau memiliki kenalan akrab di perusahaan bus Konsortium. Dan kantor bus Konsortium letaknya di Beach Road, Golden Mile Tower, masih daerah Bugis. Beliau bilang lebih aman dibandingkan kami naik kereta dari Woodlands atau naik Bus ke Johor Baru. Karena selain kami tidak tahu medan di sana, Malaysia tidak seaman Singapura. Sedangkan jika kami naik bus Konsortium, kami turun langsung di pusat Kuala Lumpur, di Pudu terminal. Dan jika terjadi apa-apa dengan kami selama di perjalanan, teman meeting Bunda bisa mudah menghubungi dan meminta pertanggung jawaban bus Konsortium. Teman meeting Bunda juga memberikan contact beliau, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan semisalnya tersesat saat di Kuala Lumpur, kami bisa menghubungi beliau. Memang naik bus Konsortium sedikit lebih mahal dibandingkan rencana kami naik kereta ekonomi, tapi yang penting adalah keamanan dan kenyamanan. Karena beliau mengkhawatirkan kami semua adalah wanita. Seharusnya jika wanita ingin melakukan Backpacking, sudah sepantasnya ditemani mahram.

Akhirnya kami memutuskan untuk mengikuti saran teman meeting Bunda. Beliau lalu menelpon perusahaan Konsortium untuk booking dan untuk memastikan keamanan kami selama di Singapura. Beliau menyuruh kami ke kantor Konsortium dulu untuk memastikan waktu perjalanan kami. Selain itu agar kami ingat di mana letaknya, supaya kami tidak terlambat ketika berangkat karena tidak tau tempatnya atau tersasar. Kemudian kami sekalian pamit kepada Bunda karena Bunda akan pulang ke rumahnya di Pasir Ris. Beliau menyuruh kami untuk mampir ke rumahnya di Pasir Ris sebelum kami pulang ke Indonesia. Beliau akan memasak masakan khas Sulawesi. Kami juga meminta maaf kepada Bunda dan teman meeting Bunda karena telah mengganggu meeting mereka.

Setelah menyiapkan perjalanan ke Malaysia di kantor Konsortium di Golden Mile Tower, Beach Road, Bugis, kami memutuskan untuk segera ke City Hall.

Singapore Marina Bay Sand and Helix Bridge

Karena hari sudah menunjukkan pukul 6 kurang, dan kami sudah puas berfoto-foto. Kami memutuskan untuk segera kembali ke Bugis. Ternyata saat sampai Bugis, waktu sudah menunjukkan pukul 6 lebih, kami merasa bersalah terhadap teman meeting Bunda karena datang terlambat. Kami pun meminta maaf. Setelah berterima kasih, kami langsung ke Masjid Sultan untuk shalat Maghrib. Masjid Sultan memang sudah seperti base camp kami, hehe. Kami akan berangkat ke Kuala Lumpur pukul 22.00 malam. See you tomorrow in KL. 😉

Next : Backpacking to Singapore and Malaysia (Part 3)

Previous : Backpacking to Singapore and Malaysia (Part 1)

4 Responses

  1. sasaqrenz

    aichaaaaaaaaaaaaan~~ udah sampe singapur segala nih 😀
    kalo dr buku travel gitu2 alurnya udah cukup jelas ga sih? penasaraan :p

    • nisarahman

      hehe iya sar, lumayan sekarang ada maskapai budget kayak air asia, ke mana-mana jadi bisa dijangkau.;) Aku cuma bermodalkan buku travel yang dibeli di gramedia.
      Singapur juga relatif aman, mudah dijelajahi dan banyak yang bisa bahasa melayu. Ayo sar, let’s backpack!

  2. sasaqrenz

    hmm gitu yaa.. eh nanya lagi, dong.. kalo buat penginapannya itu infoya dapetnya dari mana ya? cukup modal nama sama alamatnya gitu kah?

    • nisarahman

      dari buku travel sar, aku liat di buku travel kawasan muslim di mana. Terus aku modal nekat ajaa nyari penginapan, untungnya adaa. Tapi kayaknya di Singapur ga perlu pusing nyari penginapan atau harus booking dulu, soalnya penginapan banyak, tersebar di mana-mana.:))

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *